Wedang Ronde
Kamis, 08 Desember 2011
Jumat, 02 Desember 2011
Gambar Pariwisata Jawa Tengah
Masjid Agung , Semarang
Wisata Batu Raden


Wisata Pantai Kartini Jepara

Wisata Menara Kudus

Tempat Wisata di Klaten
Wisata Kereta Api Di Solo

Pemandian Air Panas di Brebes

Tempat Pariwisata Jawa Tengah
» Home
Candi Borobudur
Wisatanesia.com-Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dalam etnis Tionghoa, candi ini disebut juga 婆羅浮屠 (Hanyu Pinyin: pó luó fú tú)
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja mataram dinasti Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Struktur Borobudur
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja mataram dinasti Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Struktur Borobudur
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
Tempat Pariwisata Jawa Tengah
» Home
Candi Prambanan Klaten
Wisatanesia.com-Candi Prambanan Sebagai peninggalan kebudayaan Hindu terbesar di Indonesia, Candi Prambanan memang memiliki pesona keindahan tersendiri. Sebab selain bentuk bangunan dan tata letaknya yang menakjubkan, candi Prambanan juga menyimpan kisah sejarah dan legenda yang sangat menarik wisatawan. Tak heran bila candi yang terletak di tepi jalan raya 17 Km dari Yogyakarta menuju Solo ini menjadi obyek wisata andalan bagi kedua kota tersebut.

Komplek candi yang dibangun pada abad 9 M ini memiliki tiga bangunan utama berarsitektur indah setinggi 47 meter. Ketiga bangunan tersebut melambangkan Trimurti, yaitu ajaran tentang tiga dewa utama yang terdiri dari Candi Siwa (Dewa Pelebur) di tengah,
Para wisatawan juga dapat melihat dan mengikuti kisah cerita Ramayana yang reliefnya dipahatkan searah jarum jam pada dinding pagar langkan Candi Siwa dan bersambung di Candi Brahma. Sedangkan pada pagar langkan Candi Wisnu dipahatkan relief cerita Krisnayana.
Memasuki Candi Utama (Candi Siwa) dari arah utara, wisatawan juga dapat melihat patung seorang putri cantik bernama Roro Jonggrang. Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah putri Raja Boko yang ingin dinikahi oleh Bandung Bondowoso, seorang lelaki perkasa Putra Raja Pengging. Roro Jonggrang yang tidak mencintai Bandung, berusaha menolak pinangan ini dengan mengajukan syarat agar dibuatkan seribu candi dalam satu malam.
Dengan kekuatan supranatural, Bandung menyanggupi syarat tersebut dan hampir berhasil menyelesaikan tugasnya. Roro Jonggrang yang panik, berusaha menggagalkan keberhasilan ini dengan mengerahkan para wanita desa untuk membakar jerami dan menumbuk padi sehingga suasananya berubah seperti pagi hari.
Mengira tenggat waktunya telah berakhir, semua kekuatan supranatural yang membantu Bandung berlarian. Tak ayal, pekerjaan yang nyaris selesai akhirnya terbengkalai. Kegagalan ini tentu saja membuat Bandung murka. Dan karena tidak dapat menahan amarahnya, Bandung mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah patung.
Kisah legenda tersebut secara lengkap dapat wisatawan lihat di gedung Museum yang berada di dalam lokasi Candi Prambanan. Sebab selain memiliki ruang Audio Visual yang memutarkan film selama 15 menit tentang sejarah ditemukannya Candi Prambanan hingga proses renovasi dan purna pugarnya secara lengkap, Museum ini juga memamerkan koleksi benda-benda arkeologi serta perhiasan-perhiasan peninggalan raja Mataram kuno yang ditemukan di Wonoboyo, Klaten.
Wisata Indonesia Surga Dunia
Rabu, 23 November 2011
Makanan Jawa Tengah
Makanan Khas (Kuliner) Jawa Tengah
Berikut adalah makanan khas yang terdapat di Jawa Tengah, menurut kabupaten/kota:
- Purwodadi: swikee, nasi becek, kecap, sale pisang
- Banjarnegara: dawet ayu, buntil
- Semarang: Lunpia/lumpia, soto ayam, sate sapi, bandeng presto, nasi goreng babat, ayam goreng kraton tulang lunak, kue-kue pia, sate kambing bumbu kecap, martabak malabar, kue bandung, tahu petis, tahu gimbal, wingko babat
- Boyolali: marning (jagung goreng), paru goreng, brem cap suling gading, krupuk rambak
- Blora: Sega Pecel, sate ayam blora, soto ayam blora, tahu campur
- Brebes: telor asin, sate kambing (di Tanjung. Brebes hingga kini dikenal sebagai sentra penghasil bawang merah
- Demak: nasi garang asem, sambel blimbing wuluh, kwaci (Demak pernah terkenal sebagai sentra penghasil semangka)
- Jepara: es gempol (es pleret), rondo royal (tape goreng), klenyem (ketela parut goreng isi gula merah), kuluban (urap: nangka muda, kacang panjang dan daun mudanya, tauge/kecambah mentah, buah petai cina mentah), pecel ikan laut bakar dengan sambal santan kelapa, sate udang, terasi jepara, tempong (blenyik) ikan teri, durian petruk
- Klaten: ayam goreng kalasan, bebek goreng, emping mlinjo
- Kudus: soto ayam, sate kerbau, lentog, dodol, jenang kudus, madu mongso
- Pati: nasi gandul, sate ayam,
- Pekalongan: nasi gandul, soto tauco (tauto), nasi megono
- Pemalang: nasi grombyang, lontong dekem, sate loso
- Purwokerto: tempe mendoan, gethuk goreng, soto sokaraja / sroto sokaraja, nopia
- Purworejo: kue lompong, clorot (semacam dodol yang dibungkus daun kelapa secara memilin), gebleg (baca ge- seperti e pada kata senang dan -bleg seperti e pada kata becek), kue satu, dawet hitam, lanting
- Purbalingga: rujak kangkung, tahu gecot, soto kriyik, es duren, klanting
- Rembang: bandeng duri lunak (di Juwana), sirup kawis-ta
- Salatiga: bakso urat, bakso babat, kripik paru, ting-ting gepuk
- Solo: gudeg, sate kambing, thengkleng, srabi solo, nasi liwet, timlo solo, racikan salat, krupuk karak/gendar, bakso popular ukuran bola golf, tahu acar, sayur tumpang
- Sragen: nasi garang asem, sate sragen,
- Sukoharjo: welut goreng
- Tegal: “teh poci” (teh yang diseduh dalam poci tanah liat kecil dan diminum dengan gula batu), sate tegal (sate kambing muda khas Tegal), sate bebek majir, pilus, krupuk antor, nasi bogana (nasi megono), Sauto (soto ayam/babat khas Tegal dengan bumbu tauco). Tegal hingga saat ini dikenal sebagai sentra penghasil teh.
- Wonogiri: gaplek, tiwul
- Wonosobo: mie ongklok, sagon, tempe kemul, geblek, wedang ronde, manisan carica, keripik jamur, dendeng gepuk
- Ungaran: tahu baxo, sate kempleng, krupuk bakar
Kamis, 10 November 2011
Profil Jawa Tengah
PROFIL JAWA TENGAH.

Provinsi Jawa Tengah, sebagai salah satu wilayah tujuan wisata, Indonesia menawarkan berbagai macam tujuan wisata seperti pemandangan alam, budaya atau barang-barang kerajinan.
Tepat berada di tengah Pulau Jawa, disebelah barat berbatasan dengan Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan Jawa Timur dan bagian selatan terdapat Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dataran rendah berada di sepanjang pantai utara sedangkan dataran tinggi di sebelah selatan. Dapat ditemukan deretan pegunungan dari barat ke timur seperti Gunung Slamet (3,428 m), Gunung Perahu (2,585 m), Gunung Sindoro (3,135 m), Gunung Sumbing (3,321 m), Gunung Merapi (3,142 m), Gunung Ungaran (2,050 m) dan Gunung Lawu (3,265 m) di perbatasan Jawa Timur serta terdapat Gunung Muria (1,602 m) sebelah utara.
Daerah pegunungan yang sejuk dengan panorama yang indah sangat bagus untuk dinikmati yaitu Baturaden, Dataran Tinggi Dieng , Bandungan, Kopeng, Tawangmangu dan Colo.
Sungai terbesar adalah Sungai Serayu yang bersumber dari Dataran Tinggi Dieng dan Sungai Bengawan Solo.
Administrasi
Dipimpin oleh Gubernur secara administratif terdiri dari 35 kabupaten dan kota, masing – masing secara berurutan dipimpin oleh Bupati dan Walikota.
Kabupaten dan kota dibagi lagi menjadi kecamatan yang dipimpin oleh Camat. Kecamatan dibagi lagi menjadi desa sebagai tingkatan administratif yang paling rendah yang dikepalai oleh Kepala Desa.
Iklim
Temperatur rata – rata antara 21o - 32oC dan mempunyai 2 musim, yakni musim hujan (Oktober – Apri ), dan musim kemarau (April – Oktober)
Agama
Kebebasan menganut agama dilindungi oleh pemerintah, diantara lima agama yang diakui (Islam, Protestan, Katolik, Budha, dan Hindu).
Bahasa
Walaupun sebagaian besar masyarakatnya mempergunakan Bahasa Jawa dengan berbagai dialek, Bahasa Indonesia tetap sebagai bahasa utama.
Penduduk
Orang Jawa terkenal akan keramahan dan kesopanannya. Tahun 2000 populasi penduduk adalah 30,7 juta (896 orang per km2). Dengan mata pencaharian sebagai petani, pedagang, pegawai negeri. Selain suku bangsa asli, ada pula beberapa suku bangsa asing hidup di Jawa Tengah seperti bangsa Arab, China, India dan Pakistan. “Kebaya“ merupakan pakaian khas yang dipakai oleh kaum wanita.
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Jawa Tengah
3.000 Seniman Unjuk Kebolehan
![]() FESTIVAL BUDAYA: Kelompok Kesenian Kuda Lumping dari Jawa Tengah menunjukkan kebolehannya dalam Festival Seni Budaya di Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Minggu (21/8). Festival budaya tersebut diikuti smua provinsi di seluruh Indonesia. (57n) | |
JAKARTA - Sekitar 3.000 seniman dari berbagai daerah di Indonesia, Minggu (21/8), mulai pukul 09.00 mengikuti Pawai Budaya Nusantara. Pawai bertajuk Gita Natya Nusantara yang dipusatkan di kawasan Monas ini mendapatkan sambutan hangat warga Ibu Kota.
Pawai bermula dari Jalan Medan Merdeka Utara, atau tepat di depan Istana Merdeka. Di sini masing-masing grup kesenian secara bergantian mempertontonkan kebolehannya di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tamu undangan lainnya.Setelah itu, peserta pawai berpentas di jalan sambil berjalan menuju Jl. Medan Merdeka Barat, dan berakhir di Jl. Medan Merdeka Selatan.
Pawai Budaya Nusantara yang menampilkan keragaman seni tradisi Nusantara ini merupakan salah satu mata acara peringatan HUT Ke-60 Proklamasi Kemerdekaan RI, yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Sebelumnya, 8-12 Agustus, digelar Festival Karya Tari Indonesia yang diikuti 29 Provinsi. Stelah itu, dilanjutkan dengan acara Kalamatra, 17-18 Agustus di Istora Senayan.
Kalamatra adalah sejenis acara untuk mengenang keragaman seni budaya bangsa sejak zaman Sriwijaya, Majapahit, hingga kesenain terkini. Usai Kalamatra, digelar acara Gita Bahana Nusantara, yaitu penampilan grup vokal yang terdiri atas 150 siswa SMA se-Indonesia yang dipilih dengan seleksi ketat layaknya Indonesian Idol.
Pawai Budaya
Pawai Budaya Nusantara yang sedianya hendak menyontek Carnival ala Brazil atau Mexico, dimana seluruh potensi seni-budaya hendak dipertontonkan ke masyarakat, ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Panitia telah menghadirkan beraneka seni-budaya asli dari dalam negeri serta seni yang diadopsi dari luar seperti barongsai, Namun, karena berbagai kendala, peserta tidak dapat tampil maksimal mempertontonkan kebolehannya di hadapan Presiden secara langsung.
''Ya, kendala waktu memang tidak memungkinkan setiap grup dari daerah atau provinsi tampil seutuhnya di hadapan Presiden,'' jelas Sapta Nirwandar, Sekjen Depbudpar.
Namun demikian, tampilan beberapa grup mampu menarik perhatian penonton. Tengoklah ketika Reog Ponorogo yang didukung oleh lebih dari 120 orang, Marching Band Taruna Akpol (200 orang), Marching Band Pupuk Kaltim (140 orang), Rampak Kenthong Purbalingga Jawa Tengah (200 orang), Pencak Silat IPSI (150 orang), dan Tim Kesenian Baliem Papua (200 orang), membuat Presiden memberikan tepuk tangan.
Presiden SBY menyatakan bahwa tahun 2005-2006 dicanangkan sebagai tahun Pawai Budaya.
Menurut Koko Sundari, salah satu panitia publikasi, pawai budaya ini akan diupayakan digelar setiap tahun.(G20-43)
Gambar Budaya Jawa Tengah
Budaya Jawa Tengah

Bogana Asli Tegal
Yuk, kita cicipi nasi bogana. Banyak yang bilang, nasi bogana tuh, enaaakk.. enaaakk... dan enaaaakk banget! Hahahaha...
Nasi Bogana dari Tegal yang enaaaakkk banget!
Nasi bogana sudah dikenal orang banyak. Tapi, kamu tahu nggak sih, dari mana asalnya nasi bogana itu?
Nasi Bogana ternyata berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Kalau kamu sudah sering menyantapnya, pasti ketagihan, deh! hehehe.. habis enak sih..
Di Jawa, Nasi Bogana biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya.
Tapi, umumnya makanan ini sering juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan.
Dalam acara pesta perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.
Artinya, kita bisa memilih sendiri lauknya. Hmm... apalagi kalau dimakan pakai kerupuk atau emping, waaaaah... enyaaak... enyaaakk...
Di Jakarta, banyak kok tempat yang menjual Nasi Bogana ini. Harganya pun bervariasi. Tapiiii... kalau kita mencari makanan ini di daerah asalnya, kira-kira ada nggak, ya??
Kirab Seribu Apem
Kamu suka makan kue apem, enggak? Nih, di Kampung Sewu, Solo, ada kirab Apem Sewu, lho!
Kue apem yang disusun menjadi gunungan. Ini asli buatan tangan masyarakat Kampung Sewu, lho! Foto: kompas.com
Kirab apem sewu adalah acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah yang digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam).
Ritual syukuran itu diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra produksi apem kepada seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem yang ada di sana.
Selain itu, upacara ritual syukuran ini pun dibuat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka terhindar dari bencana.
Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem Sewu, Pak Hadi Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai Bengawan Solo, termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya.
Sejarah Tradisi Apem Sewu
Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur.
Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur.
Kirab Apem Sewu yang melibatkan seluruh masyarakat. Foto: Solopos.com
Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual kirab apem sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian adat Solo, seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton.
Anak-anak sekolah juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band SD, atraksi Liong (naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan teater.
1.000 kue apem yang sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari lapangan Kampung Sewu menuju area sekitar kampung sepanjang dua kilometer.
Acara kirab berlangsung selama satu hari, yang dimulai dengan prosesi penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue apam dari tokoh masyarakat Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan Kampung Sewu, Solo.
Kraca, Si Sayur Keong
Kraca, makanan khas Ramadan ini hanya muncul setahun sekali!
Kraca ini bisa dimakan langsung atau pakai tusuk lidi. Foto: wordpress
Bagi warga Purwokerto, Jawa Tengah, Ramadan adalah saat yang tepat untuk melahap kraca , sayur keong.
Makanan yang hanya muncul setahun sekali selama bulan Ramadan hingga Idul Fitri, menjadi pilihan favorit saat berbuka.
Sebagian besar orang Jawa biasa menyebut kraca dengan nama tutut keong. Nah, keong yang digunakan untuk memasak adalah keong yang biasanya hidup di sawah.
Huaaa, jangan keburu khawatir tidak bersih, karena keong jenis ini hidup di perairan yang jernih dan bersih.
Kraca memiliki kandaungan gizi yang sangat tinggi terutama protein. Enggak heran, makanan tersebut jadi rebutan. Sebelum dimasak, keong dibersihkan sampai 3 kali untuk menghilangkan lendir dan kotoran seperti lumpur dan lumut. Kemudian keong yang sudah bersih direndam selama sehari semalam.
Setelah direndam, keong diolesi bumbu-bumbu dapur, seperti, bawang merah, putih, dan daun salam. Selanjutnya, keong dimasak hingga satu jam bersama bumbu dapur yang sudah dihaluskan.
Kraca ini punya rasa campur aduk, ada manis, asin, dan pedas. Nah, karena rasanya memang agak pedas, makan kraca itu secukupnya, yah. Soalnya, kalo perut tidak kuat bisa diare.
Kraca tidak hanya unik karena asalnya dari keong, cara memakannya pun unik! Pakai lidi! Lidi tersebut dimasukan ke mulut rumah keong untuk mengait dagingnya. Jika sulit, bisa saja dengan cara menyedot langsung lewat pantat keong yang sudah dilubangi. Hmmmm… rasanya nikmat.
Tedhak Siten
Ingin tahu minat dan bakat adik kita yang baru belajar berjalan? Ini dia upacara dan tradisinya.
Makanan yang disyaratkan dalam upacara tedak siten. Foto: dok. Kel.Swastiko Purnomo
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah . Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.
Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.
Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan.
Jajan pasar dan bubur merah putih yang harus ada dalam upacara tedak siten. Foto: dok.kel.Swastiko Purnomo
Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
Ritual Upacara Tedhak Siten
Tahap 1:
Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
Tahap 2:
Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.
Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.
Kursi ini harus dicapai dengan tangga yang terbuat dari tebu. Foto: dok.kel. Swastiko Purnomo
Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.
Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.
Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak.
Keris Jawa
Senjata tradisional sekaligus simbol berbagai hal dalam budaya Jawa
Foto: sintayudisia.files.wordpress.com
Dalam budaya Jawa tradisional keris tidak hanya dianggap sebagai senjata tradisional yang memiliki keunikan bentuk dan pamor.
Keris dianggap sebagai kelengkapan budaya spiritual. Keris adalah senjata tradisional Jawa sekaligus perlambang kejantanan seorang pria.
Secara simbolik keris melambangkan kedewasaan, keperkasaan dan kejantanan.
Seorang pria Jawa tradisional harus tangguh dan mampu melindungi diri, keluarga, atau membela negara.
Pada masa lalu, keris juga dipakai sebagai simbol identitas diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan.
Keris tersebut memiliki ciri khas yang melambangkan kelebihan kepribadian atau karakter mereka dalam masyarakat luas.
Dahulu kala di zaman kerajaan-kerajaan, tanda mata paling tinggi nilainya adalah keris.
Keris merupakan pemberian paling berharga dari seorang Raja Jawa kepada para perwiranya atau abdi dalem. Dalam lingkungan kerajaan keris bisa menjadi simbol kepangkatan.
Keris seorang raja berbeda dengan keris perwira atau abdi dalem bawahannya. Tidak hanya bilah kerisnya saja yang berbeda tapi juga detil-detil perhiasan perangkat pelengkapnya pun berbeda.
Keris tidak hanya terbuat dari besi baja, besi, dan nikel, tapi juga dicampur dengan batu meteor dan disertai doa kepada Sang Pencipta.
Keris dipercaya pula memiliki kekuatan magis karena doa yang diberikan seorang empu atau pembuat keris.
Wayang Kulit
Siapa sangka kulit kerbau bisa jadi wayang kulit seindah ini?
Dasar-dasar Pewayangan
Wayang kulit diciptakan Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri sekitar abad ke-10. Raja berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya yang digoreskan di atas daun lontar. Bentuknya ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu.
Wayang kulit diciptakan Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri sekitar abad ke-10. Raja berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya yang digoreskan di atas daun lontar. Bentuknya ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu.
Wayang kulit tokoh Kresna
Figur tokoh pertama yang diciptakan adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata adalah perwujudan dewa Wisnu. Secara umum wayang memang mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana, tetapi tidak selalu terbatas pada kedua cerita tadi saja. Satu hal yang pasti, untuk memahami cerita wayang atau lakonnya, penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh pewayangan. Beberapa tokoh pewayangan antara lain Kresna, Dewi Sinta, Dewi Arimbi, Srikandi, Surtikanti, Punta Dewa, Bima, Arjuna, Werkudoro, Brotoseno, Sadewa, Nakula, dll.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang. Dalam pergelarannya, wayang kulit diiringi oleh musik gamelan dengan nyanyian para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik layar yang disebut kelir dan terbuat dari kain putih. Bagian belakang kelir disorotkan lampu listrik atau lampu minyak sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir.
Pergelaran wayang kulit. Foto: gamelan.org.nz
Wayang kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak mengandung banyak minyak. Kulit sapi contohnya, memiliki kandungan minyak tinggi sehingga proses pengeringannya bisa sampai berminggu-minggu. Kulit kerbau sudah bisa langsung kering setelah dijemur 4 sampai 5 hari.
Wayang kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak mengandung banyak minyak. Kulit sapi contohnya, memiliki kandungan minyak tinggi sehingga proses pengeringannya bisa sampai berminggu-minggu. Kulit kerbau sudah bisa langsung kering setelah dijemur 4 sampai 5 hari.
Kulit kerbau yang baru dikelupas dijemur di bawah sinar matahari dengan posisi dibentangkan. Jika cuaca sedang mendung, seluruh permukaan kulit kerbau ditaburi garam supaya tidak cepat busuk. Setelah benar-benar kering, kulit kembali direndam selama satu malam, kemudian dijemur lagi. Baru setelah kering untuk yang kedua kalinya bulu-bulu yang melekat pada kulit dikerok dengan pisau.
Peralatan yang digunakan untuk membuat wayang kulit adalah besi yang ujungnya runcing. Biasanya besi ini diambil dari jari-jari sepeda motor. Pada dasarnya besi dari baja ini digunakan untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang. Coba kamu perhatikan wayang kulit, ada banyak ukiran yang dibuat hingga benar-benar berlubang.
Proses Pembuatannya
Menatah wayang kulit. Foto: infoyogya.com
Pertama kali yang dilakukan adalah menjiplak gambar atau pola yang sudah ada. Setelah itu digunting sesuai bentuknya. Pola yang sudah jadi terdiri dari beberapa bagian. Bagian tangan adalah yang dipasang pertama. Pada tangan ada dua sambungan: lengan bagian atas dan siku. Cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Untuk menggerakkan bagian lengan digunakan tangkai berwarna kehitaman yang juga terbuat dari tanduk kerbau.
Pertama kali yang dilakukan adalah menjiplak gambar atau pola yang sudah ada. Setelah itu digunting sesuai bentuknya. Pola yang sudah jadi terdiri dari beberapa bagian. Bagian tangan adalah yang dipasang pertama. Pada tangan ada dua sambungan: lengan bagian atas dan siku. Cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Untuk menggerakkan bagian lengan digunakan tangkai berwarna kehitaman yang juga terbuat dari tanduk kerbau.
Kalau kamu perhatikan, ada beberapa wayang kulit yang warnanya keemasan. Warna emas itu didapat dari prada, kertas warna emas yang ditempel. Cara lain adalah dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada hasilnya jauh lebih baik karena warnanya lebih tahan lebih lama.
Bedhaya Ketawang
Tari kasih Raja Mataram dan Ratu Pantai Selatan
Tari Bedhaya Ketawang, tarian sakral khas Jawa.
Foto: javagoding.multiply.com
Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo).
Disebut juga tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta.
Pada awal mulanya di Keraton Surakarta tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang.
Sembilan penari terdiri dari delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul.
Tarian ini diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan).
Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.
Bedhaya ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00 pagi.
Hadirin yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam keadaan khusuk, semedi dan hening.
Artinya hadirin tidak boleh berbicara atau makan, dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari.
Tarian Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali.
Sementara, Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau sultan, pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol.
Gamelan Jawa
Serangkaian alat musik pukul dari tembaga khas Jawa.
Awalnya, gamelan Jawa merupakan budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang.
Nah, menurut catatan sejarah, perkembangan musik Jawa ini juga diperkirakan ada sejak munculnya kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam.
Lama kelamaan, musik jawa ini dinamakan gamelan. Biasanya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian Jawa .
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, di antaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu.
Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu.
Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya saja gong. Gong berperan sebagai penutup sebuah irama musik yang panjang.
Bunyi gong juga memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik gamelan ini dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis.
Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog .
Lagu yang terkenal sering dibawakan oleh kelompok gamelan Jawa adalah "Tombo Ati." Lagu ini sering dinyanyikan pada acara pewayangan, pernikahan, atau ritual Keraton.
Apakah kamu sudah pernah memainkan gamelan Jawa? Hihih.. gimana tuh rasanya?
Batik
Kesenian gambar di atas kain khas Jawa Tengah.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram kemudian Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta .

Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta para pengikutnya.
Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di tempat masing-masing.
Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang.
Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia.
Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur.
Sentra kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen
Langganan:
Postingan (Atom)
0 komentar: