Kamis, 10 November 2011

Budaya Jawa Tengah


Bogana Asli Tegal
  Eeh.. enak banget makan nasi bogananya.. hehehe.. kamu tahu tidak, dari mana asalnya nasi bogana?
Yuk, kita cicipi nasi bogana. Banyak yang bilang, nasi bogana tuh, enaaakk.. enaaakk... dan enaaaakk banget! Hahahaha...


Nasi Bogana dari Tegal yang enaaaakkk banget!
Nasi bogana sudah dikenal orang banyak. Tapi, kamu tahu nggak sih, dari mana asalnya nasi bogana itu?
Nasi Bogana ternyata berasal dari Tegal, Jawa Tengah.  Kalau kamu sudah sering menyantapnya, pasti ketagihan, deh! hehehe.. habis enak sih..
Di Jawa, Nasi Bogana  biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya.
Tapi, umumnya makanan ini sering juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan.
Dalam acara pesta perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.
Artinya, kita bisa memilih sendiri lauknya. Hmm... apalagi kalau dimakan pakai kerupuk atau emping, waaaaah... enyaaak... enyaaakk...
Di Jakarta, banyak kok tempat yang menjual Nasi Bogana ini. Harganya pun bervariasi. Tapiiii... kalau kita mencari makanan ini di daerah asalnya, kira-kira ada nggak, ya??

Kirab Seribu Apem
Kamu suka makan kue apem, enggak? Nih, di Kampung Sewu, Solo, ada kirab Apem Sewu, lho!

Kue apem yang disusun menjadi gunungan. Ini asli buatan tangan masyarakat Kampung Sewu, lho! Foto: kompas.com
Kirab apem sewu adalah acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa Tengah  yang digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam). 
Ritual syukuran itu diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra produksi apem kepada seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem yang ada di sana. 
Selain itu, upacara ritual syukuran  ini pun dibuat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka terhindar dari bencana.
Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem Sewu, Pak Hadi Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai Bengawan Solo, termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya.

Sejarah Tradisi Apem Sewu
Tradisi apam sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur.

Kirab Apem Sewu yang melibatkan seluruh masyarakat. Foto: Solopos.com
Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual kirab apem sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian adat Solo, seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton.
Anak-anak sekolah juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band SD, atraksi Liong (naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan teater.
1.000 kue apem yang sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari lapangan Kampung Sewu menuju area sekitar kampung sepanjang dua kilometer.
Acara kirab berlangsung selama satu hari, yang dimulai dengan prosesi penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue apam dari tokoh masyarakat Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan Kampung Sewu, Solo. 


Kraca, Si Sayur Keong
Kraca, makanan khas Ramadan ini hanya muncul setahun sekali!



Kraca ini bisa dimakan langsung atau pakai tusuk lidi. Foto: wordpress
Bagi warga Purwokerto, Jawa Tengah, Ramadan adalah saat yang tepat untuk melahap kraca , sayur keong.
Makanan yang hanya muncul setahun sekali selama bulan Ramadan hingga Idul Fitri, menjadi pilihan favorit saat berbuka.
Sebagian besar orang Jawa biasa menyebut kraca dengan nama tutut keong. Nah, keong yang digunakan untuk memasak adalah keong yang biasanya hidup di sawah.
Huaaa, jangan keburu khawatir tidak bersih, karena keong jenis ini hidup di perairan yang jernih dan bersih.
Kraca memiliki kandaungan gizi yang sangat tinggi terutama protein. Enggak heran, makanan tersebut jadi rebutan. Sebelum dimasak, keong dibersihkan sampai 3 kali untuk menghilangkan lendir dan kotoran seperti lumpur dan lumut. Kemudian keong yang sudah bersih direndam selama sehari semalam.
Setelah direndam, keong diolesi bumbu-bumbu dapur, seperti, bawang merah, putih, dan daun salam. Selanjutnya, keong dimasak hingga satu jam bersama bumbu dapur yang sudah dihaluskan.
Kraca ini punya rasa campur aduk, ada manis, asin, dan pedas. Nah, karena rasanya memang agak pedas, makan kraca itu secukupnya, yah. Soalnya, kalo perut tidak kuat bisa diare.
Kraca tidak hanya unik karena asalnya dari keong, cara memakannya pun unik! Pakai lidi! Lidi tersebut dimasukan ke mulut rumah keong untuk mengait dagingnya. Jika sulit, bisa saja dengan cara menyedot langsung lewat pantat keong yang sudah dilubangi. Hmmmm… rasanya nikmat. 

 
Tedhak Siten
Ingin tahu minat dan bakat adik kita yang baru belajar berjalan? Ini dia upacara dan tradisinya.



Makanan yang disyaratkan dalam upacara tedak siten. Foto: dok. Kel.Swastiko Purnomo
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah . Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa berjalan.
Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan.

Jajan pasar dan bubur merah putih yang harus ada dalam upacara tedak siten. Foto: dok.kel.Swastiko Purnomo
Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.

Ritual Upacara Tedhak Siten
Tahap 1:
Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
Tahap 2:
Lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.
Tahap 3:
Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di masa depan.

Kursi ini harus dicapai dengan tangga yang terbuat dari tebu. Foto: dok.kel. Swastiko Purnomo
Tahap 4:
Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang yang dipilih adik kita adalah gambaran dari minatnya di masa depan.
Tahap 5:
Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki rejeki berlimpah dan berjiwa sosial.
Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan nama keluarga.
Tahap 6:
Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan yang baik dan layak. 
 
Keris Jawa
Senjata tradisional sekaligus simbol berbagai hal dalam budaya Jawa



Foto: sintayudisia.files.wordpress.com
Dalam budaya Jawa tradisional keris tidak hanya dianggap sebagai senjata tradisional yang memiliki keunikan bentuk dan pamor.
Keris dianggap sebagai kelengkapan budaya spiritual. Keris adalah senjata tradisional Jawa sekaligus perlambang kejantanan seorang pria.
Secara simbolik keris melambangkan kedewasaan, keperkasaan dan kejantanan.
Seorang pria Jawa tradisional harus tangguh dan mampu melindungi diri, keluarga, atau membela negara.
Pada masa lalu, keris juga dipakai sebagai simbol identitas diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan.
Keris tersebut memiliki ciri khas yang melambangkan kelebihan kepribadian atau karakter mereka dalam masyarakat luas.
Dahulu kala di zaman kerajaan-kerajaan, tanda mata paling tinggi nilainya adalah keris.
Keris merupakan pemberian paling berharga dari seorang Raja Jawa kepada para perwiranya atau abdi dalem. Dalam lingkungan kerajaan keris bisa menjadi simbol kepangkatan.
Keris seorang raja berbeda dengan keris perwira atau abdi dalem bawahannya. Tidak hanya bilah kerisnya saja yang berbeda tapi juga detil-detil perhiasan perangkat pelengkapnya pun berbeda.
Keris tidak hanya terbuat dari besi baja, besi, dan nikel, tapi juga dicampur dengan batu meteor dan disertai doa kepada Sang Pencipta.
Keris dipercaya pula memiliki kekuatan magis karena doa yang diberikan seorang empu atau pembuat keris. 

Wayang Kulit
Siapa sangka kulit kerbau bisa jadi wayang kulit seindah ini?
Dasar-dasar Pewayangan
Wayang kulit diciptakan Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri sekitar abad ke-10. Raja berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya yang digoreskan di atas daun lontar. Bentuknya ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia, yang terutama berkembang di Jawa dan di sebelah timur semenanjung Malaysia seperti di Kelantan dan Terengganu.

Wayang kulit tokoh Kresna
Figur tokoh pertama yang diciptakan adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata adalah perwujudan dewa Wisnu. Secara umum wayang memang mengambil cerita dari kisah Mahabarata dan Ramayana, tetapi tidak selalu terbatas pada kedua cerita tadi saja. Satu hal yang pasti, untuk memahami cerita wayang atau lakonnya, penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh pewayangan. Beberapa tokoh pewayangan antara lain Kresna, Dewi Sinta, Dewi Arimbi, Srikandi, Surtikanti, Punta Dewa, Bima, Arjuna, Werkudoro, Brotoseno, Sadewa, Nakula, dll.
Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang. Dalam pergelarannya, wayang kulit diiringi oleh musik gamelan dengan nyanyian para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik layar yang disebut kelir dan terbuat dari kain putih. Bagian belakang kelir disorotkan lampu listrik atau lampu minyak sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir.


Persiapan Pembuatan Wayang Kulit
                             Pergelaran wayang kulit. Foto: gamelan.org.nz
Wayang kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak mengandung banyak minyak. Kulit sapi contohnya, memiliki kandungan minyak tinggi sehingga proses pengeringannya bisa sampai berminggu-minggu. Kulit kerbau sudah bisa langsung kering setelah dijemur 4 sampai 5 hari.
Kulit kerbau yang baru dikelupas dijemur di bawah sinar matahari dengan posisi dibentangkan. Jika cuaca sedang mendung, seluruh permukaan kulit kerbau ditaburi garam supaya tidak cepat busuk. Setelah benar-benar kering, kulit kembali direndam selama satu malam, kemudian dijemur lagi. Baru setelah kering untuk yang kedua kalinya bulu-bulu yang melekat pada kulit dikerok dengan pisau.
Peralatan yang digunakan untuk membuat wayang kulit adalah besi yang ujungnya runcing. Biasanya besi ini diambil dari jari-jari sepeda motor. Pada dasarnya besi dari baja ini digunakan untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang. Coba kamu perhatikan wayang kulit, ada banyak ukiran yang dibuat hingga benar-benar berlubang.
Proses Pembuatannya
Menatah wayang kulit. Foto: infoyogya.com
Pertama kali yang dilakukan adalah menjiplak gambar atau pola yang sudah ada. Setelah itu digunting sesuai bentuknya. Pola yang sudah jadi terdiri dari beberapa bagian. Bagian tangan adalah yang dipasang pertama. Pada tangan ada dua sambungan: lengan bagian atas dan siku. Cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Untuk menggerakkan bagian lengan digunakan tangkai berwarna kehitaman yang juga terbuat dari tanduk kerbau.
Kalau kamu perhatikan, ada beberapa wayang kulit yang warnanya keemasan. Warna emas itu didapat dari prada, kertas warna emas yang ditempel. Cara lain adalah dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada hasilnya jauh lebih baik karena warnanya lebih tahan lebih lama.

Bedhaya Ketawang
Tari kasih Raja Mataram dan Ratu Pantai Selatan

 
Tari Bedhaya Ketawang, tarian sakral khas Jawa. 
Foto: javagoding.multiply.com
Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta  dan Keraton Solo).
Disebut juga tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta.
Pada awal mulanya di Keraton Surakarta  tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang.
Sembilan penari terdiri dari delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul.
Tarian ini diciptakan oleh Raja Mataram  ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan).
Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.
Bedhaya ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00 pagi.
Hadirin yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam keadaan khusuk, semedi dan hening.
Artinya hadirin tidak boleh berbicara atau makan, dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari.
Tarian Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali. 
 Sementara, Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau sultan, pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol. 

Gamelan Jawa
Serangkaian alat musik pukul dari tembaga khas Jawa.


Awalnya, gamelan Jawa merupakan budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang.
Nah, menurut catatan sejarah, perkembangan musik Jawa ini juga diperkirakan ada sejak munculnya kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam.
Lama kelamaan, musik jawa ini dinamakan gamelan. Biasanya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian Jawa .

Contoh replika gamelan Jawa yang bisa menjadi pajangan meja di rumah. Foto: dok. kidnesia.com
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, di antaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu.
Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu.
Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya saja gong. Gong berperan sebagai penutup sebuah irama musik yang panjang. 
Bunyi gong juga memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik gamelan ini dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis.
Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog .
Lagu yang terkenal sering dibawakan oleh kelompok gamelan Jawa adalah "Tombo Ati." Lagu ini sering dinyanyikan pada acara pewayangan, pernikahan, atau ritual Keraton. 
Apakah kamu sudah pernah memainkan gamelan Jawa? Hihih.. gimana tuh rasanya? 

Batik
Kesenian gambar di atas kain khas Jawa Tengah.
 Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram  kemudian Kerajaan Keraton Solo  dan Yogyakarta .

Batik khas Jawa Tengah yang menjadi produk andalan. Eh, kamu suka memakai baju batik juga, ga? Foto: jatengprov.go.id
Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja, keluarganya, serta para pengikutnya.
Oleh karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di tempat masing-masing.
Seiring berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang.
Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia.
Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur.
Sentra kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar